Bulan Rajab, Menurut Beberapa Ulama dalam aneka versi

Keutamaan Bulan Rajab


Terjemah kitab Mukasyafat Al Qulub Al Muqarrib min 'Allam Al ghuyub, bagian enam
Karya Syekh Abu Hamid Muhammad Al Ghazali
Salah satu bentukan kata rajab adalah kata tarjib yang berarti "pengagungan". Rajab disebut pula sebagai "pencurahan", karena Allah mencurahkan rahmatNya kepada orang-orang yang bertobat pada bulan Rajab dan mengalir cahaya-cahaya penerimaan atas amal seseorang. Rajab diartikan pula dengan "tuli", karena tidak pernah didengar pada bulan itu nuansa pembunuhan dan peperangan. Konon Rajab merupakan nama sungai di surga, airnya lebih putih dibanding susu, manisnya melebihi manis madu, dinginnya lebih dingin dibanding es. Tidak akan ada yang meminumnya, kecuali orang yang berpuasa pada bulan Rajab.

Rasulullah SAW bersabda, "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadhan bulan umatku."

Menurut seorang sufi [ahli isyarah], kata Rajab terdiri dari tiga huruf, yakni huruf ra', jim, dan ba'. Ra' berarti rahmat Allah [rahmatullah], jim berarti dosa [jarm] dan jauhnya hamba [janabat al-ibad], dan ba' berarti kebaikan Allah [birr Allah]. Seolah-olah Allah Berkata, "Aku Menjadikan dosa hambaKu berada di antara rahmat dan kebaikanKu."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa berpuasa pada tanggal 27 Rajab dicataat baginya pahala berpuasa selama enam puluh bulan. Hari itu merupakan hari pertama kali jibril turun membawa risalah kepada Muhammad SAW, dan pada hari itu pula Muhammad SAW melakukan Isra' Mi'raj."

Sabda Nabi SAW yang lain, "Ketahuilah bahwa bulan Rajab merupakan bulan Allah yang agung. Barang siapa berpuasa sehari di bulan ini dengan penuh keimanan dan penuh pengharapan, maka Allah akan mengabulkan keridhaanNya." Bahkan, dikatakan, bahwa Allah mengistimewakan empat bulan, Dzulqa'dah, Dzulhijah, Muharram dan Ramadhan. Sebagaimana pernah diungkapkanNya dalam firmanNya QS At Taubah [9] ayat 36, "Di antaranya ada empat bulan yang mulia." Tiga bulan dari empat itu berurutan, dan satu sendirian yaitu bulan Rajab.

Dikisahkan, seorang wanita di Baitul Maqdis, setiap hari di bulan Rajab membaca "Qul huwallahu Ahad", QS Al Ikhlas [112], sebanyak dua belas ribu kali, sedangkan ia berpakaian dari kulit unta [yang kasar]. Ketika sakit ia berwasiat kepada anaknya agar ketika meninggal dikuburkan dengannya pakaian kulit unta tadi. Setelah meninggal anaknya menguburkannya dengan pakaian yang lebih baik kualitas dibanding bajunya tersebut. Lalu ia bermimpi ibunya berkata kepadanya, "saya tidak rela dengan apa yang engkau lakukan, karena engkau tidak melaksanakan wasiatku." Dia pun terperanjat dari tidurnya dan mengambil pakaian kulitnya, lalu menggali kuburnya, namun tidak menemukan mayat ibunya. Dia terheran dan bingung lantass mendengar suara, "ketahuilah bahwa orang yang beribadah sungguh-sungguh dan taat di bulan Rajab tidak akan Kami tinggalkan sendirian."

Diriwayatkan, bahwa malaikat pada dua pertiga malam hari jumat tidak henti-hentinya memohonkan ampunan kepada orang-orang yang berpuasa bulan Rajab. Diriwayatkan pula dari Anas r.a., Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan yang mulia dicatat baginya pahala ibadah selama sembilan ratus tahun." Anas r.a. berkata, "saya benar-benar telah tuli, jika saya benar-benar tidak mendengar kalimat tersebut dari Rasulullah SAW."

Rahasia-rahasia ilmu, bulan mulia ada empat, malaikat terpilih ada empat, kitab suci yang utama ada empat, anggota wudhu ada empat, kalimat zikir yang utama ada empat, subhanalallah, alhamdulillah, la ilaha ilallah, dan Allahu akbar. Pokok hitungan pun angka ada empat : satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan. Waktu juga ada empat : jam, hari, bulan dan tahun. Musim dalam setahun ada empat : semi, panas, dingin dan gugur. Iklim alam ada empat : panas, dingin, basah dan kering. Khulafa' Al Rasyidun juga ada empat : Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.

Al Dailami meriwayatkan dengan Aisyah, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Allah mencurahkan kebaikan pada empat malam : malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam nisfu Sya'ban, dan malam pertama bulan Rajab."

Dia juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Doa pada lima malam ini tidak akan ditolak, yakni malam pertama bulan Rajab, malam nisfu Al Sya'ban, malam jumat, dan dua malam Idul Fitri dan Idul Adha."
 
AMALAN DI BULAN RAJAB MENURUT BEBERAPA ULAMA
Tanda-tanda keagungan bulan Rojab :
1. Qoola Rosulullohi shollallohu alaihi wasallama ,
"Innamaa summiya rojabun li annahu yatarojjabu fii hi khoirun katsiirun li sya'baana waromadloona"
Bersabda Rosululloh saw,
"Adanya dinamakan bulan Rojab karena dia itu agung, di dalamnya mengandung kebaikan yang banyak (dan kebaikan yang banyak itu dipersiapkan) untuk menghadapi bulan Sya'ban dan bukan Romadhon"
(Hadits keterangan dari shohabat Anas, diriwayatkan oleh Imam Hasan)
2. Adanya peristiwa besar pada bulan ini, yaitu pada tanggal 27 Rojab, diperjalankanNya nabi Muhammad oleh Alloh. Peristiwa besar Isro' dan Mi'roj bertemunya Nabi Muhammad dengan Alloh secara langsung tanpa melalui perantara Jibril, dan ditetapkannya perintah kewajiban Sholat Lima.
3. Menurut Sultan Auliya, Syech Abdul Qodir Jaelani, di dalam kitabnya Al-Ghoniyyah li thoolibi thoriqil haq Juz I halaman 173.
Disebutkan begini,
"Rojabu huwa ismun min asmaail mustaqoti was tiqooquhu minat tarjib huwa at ta'dzim"
artinya,
"Kalimat ROJAB, dia itu nama sebagian nama-nama yang dikeluarkan, adapun mustaqnya dari TARJIB dan maknanya AGUNG.
Masih menurut Syech Abdul Qodir,
Kalimat Rojab itu tersusun dari 3 huruf,
RO' singkatan dari Rohmatulloh (RohamtNya Alloh)
JIM singkatan dari Judulloh (KedermawananNya Alloh)
BA' singkatan dari Birulloh (KebaikanNya Alloh)
4. Di dalam kitab Nazahatul Majalis /juz I/ hal 45
diceritakan,
Kerterangan dari shohabat Tsauban. suatu saat sahabat Tsauban di ajak berjalan-jalan oleh Rosululloh saw yang mana dalam perjalanannya itu melewati salah satu kuburan. Dan ketika berada di antara deretan kuburan, Rosululoh berhenti kemudian menangis. Setelah itu Rosul bersabda pada sahabt Tsauban,"Hai Tsauban, mereka yang di dalam kubur ini banyak disiksa dalam kuburnya. Maka aku berdoa kepada Alloh supaya mereka diringankan siksanya".
Kemudian Rosul bersabda,
"Yaa Tsauban, Lau shoomahaa uu laa i yauma min rojabin waqooma lailatam minhu maa 'adzaabuhu"
"Ya Tsauban, seandainya mereka yang disiksa itu waktu hidupnya mau puasa Rojab walau 1 hari dan sholat sunat Rojab walaupun hanya semalam maka pasti tidak akan mengalami siksa yang seperti itu"
Sahabat Tsauban nanya lagi,
"Faqultu yaa Rosulullohi yashuumu yaumin waqiyaamu lailatin yamna u 'adzaabil qobri"
"Apa puasa 1 hari lalu sholat sunnat 1 malam (cuma 2 rokaat) bisa mencegah adzab kubur ?"
Rosul jawab," Na'am" Ya memang benar,
sampai Nabi bersabda,
"Demi Dzat yang menguasai diriku dalam kekuasaannya, tidak ada orang muslim dan muslimat puasa 1 hari dari bulan Rojab dan sholat sunat Rojab, kecuali dicatat ibadah 1 tahun"
5.Qoola Rosulullah saw,
"Shoumu awwala yaumin min Rojabin kaffaarotu tsalaatsa siniina, watstsaani kaffaarotu sanatain, watstsaalitsu kaffarotu sanatin tsumma kulli yaumin syahron"
Bersabda Rosululloh saw,
"Puasa tgl 1 bulan Rojab menutup dosa 3 tahun. Puasa tanggal 2 bulan Rojab menutup dosa 2 tahun, Puasa tanggal 3 Rojab menutup dosa 1 tahun. Kemudian tiap-tiap hari (setelah tgl 3) menutup dosa 1 bulan."
(hadits keterangan dari shohabat Ibnu Abbas)
dan masih banyak lagi keterangan-keterangan yang menginformasikan tentang keutamaan bulan Rojab.
Waktu kita sangat terbatas di dunia ini, moga-moga bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Alloh swt, melalui pintu-pintu yang sudah ditunjukkan oleh Rosululloh.

Fadilah dan Rahasia Bulan Rajab

Fadilah dan Rahasia Bulan Rajab
Oleh: Mawlana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani QS

Bulan ini dijuluki sebagai Syahrullah (bulannya Allah SWT), yang merupakan salah satu bulan suci umat Islam. Allah SWT memberikan kemuliaan kepada hamba-hamba-Nya dengan diciptakannya bulan ini; dibuktikan dengan sabda Rasulullah SAW, "Rajabun Syahrullah" "Rajab adalah bulannya Allah SWT." Tak seorang pun mengerti apa yang Dia bukakan kepada hamba-hamba-Nya kepada seluruh ciptaan-Nya di bulan ini. Di bulan ini begitu berlimpahnya kehormatan dan kebahagiaan dapat diperoleh, bahkan tak terhingga. Mawlana Syekh Abdullah Fa'iz ad-Daghestani QS mengatakan—yang disampaikan oleh Mawlana Syekh Nazim Adil al-Haqqani QS, "Allah SWT tidak memperkenankan kalam-Nya untuk mencatat amal kita di bulan ini, kecuali dengan 'perangkat surgawi' yang disebut "Yad al-Qudra", yaitu "Kekuatan yang Dahsyat."

Allah SWT menyaksikan dan menerima amal hamba-hamba-Nya tidak dengan pengertian "fa man ya'mal mitsqala dzarratin khayran yarrah, wa man ya'mal mitsqala dzarratin syarray yarrah." Di bulan ini, siapa pun yang berbuat amal baik, amal saleh, akan secara langsung tercatat dengan perantaraan Qalam al-Qudra, suatu kekuatan pencatat amal "non konvensional" yang tidak pernah Allah SWT berikan kepada para malaikat pencatat amal sekalipun. Ini merupakan "Kalam Ilahiah" yang "jauh di atas" kemampuan para malaikat untuk mengembannya. Kalam ini adalah kalam yang ketika Allah SWT memerintahkannya untuk menulis kalimat La ilaha ill-Allah sebelum diciptakannya alam semesta beserta segala isinya. Kalam Ilahiah tersebut melaksanakan perintah seraya gemetar selama 70.000 tahun dalam hitungan Allah SWT. Kemudian Dia memerintahkan untuk menulis Muhamadur-rasulullah SAW. Pada saat itu kalam sempat bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah gerangan yang Kau taruh namanya bersamaan dengan nama-Mu?" Serta merta Allah SWT menjawab; "Law la Muhammad ma khalaqtahu ahadan min khalqihi", yang artinya "Kalaulah bukan untuk Muhammad SAW kekasih-Ku, tidak akan pernah Kuciptakan apa pun di alam semesta ini!" Kalam ini berada di Hadirat Ilahi, tidak diberikan-Nya kepada segenap para malaikat. Kalam Ilahiah tersebut akan diserahkan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW kelak di Hari Penghitungan (Yawmul Hisab). Kalam inilah yang menulis semua amal kebaikan umat manusia yang beriman di bulan Rajab ini. Sekecil apa pun kebaikan yang dilakukan akan tercatat sedemikian rupa sehingga tetap akan sulit untuk memperoleh timbangan keseimbangannya.

Untuk setiap amal kebaikan yang dilakukan, Allah SWT akan memberikan hamba-hamba-Nya ganjaran yang tidak pernah diberikan-Nya pada kesempatan yang lain. Ganjaran akan berlipat ganda dalam bentuk ma'arij. Pada bulan ini Allah SWT memberikan ma'arij kepada umat manusia, hamba-Nya yang berbuat amal saleh, atas segala amalnya tersebut. Siapa pun yang berbuat kebaikan pasti akan diberi ganjaran mi'raj (kenaikan), dan mi'raj tersebut akan mengangkat hamba yang bersangkutan ke derajat di mana meskipun ia berbuat amal saleh secara sempurna selama setahun penuh untuk kembali ke permulaan bulan Rajab di tahun kemudian, maka amal kebaikan tersebut sebenarnya "tidak mampu" mengimbangi amal kebaikan terkecil yang dilakukan di bulan Rajab ini. Subhanallah! Ingatlah, hal ini sebenarnya masih merupakan setetes makna dan realitas fadilah bulan Rajab. Maka sungguh logis bahwa setiap tahunnya para awliya, para kekasih Allah SWT, hamba-hamba-Nya yang saleh dan salehah selalu menantikan kehadiran bulan Rajab. Para awliya akan menggunakan kesempatan Rajab untuk khalwat, bulan di mana penggapaian dan perolehan pancaran rahmat dan ilmu secara sangat luas terjamin oleh Allah SWT sebagai ganjaran ibadah khalwat tersebut. Oleh karena itu, khalwat dimulai di bulan Rajab. Jika seseorang ingin melaksanakan khalwat—adalah di bulan Rajab—bukan di bulan suci Ramadan. Di bulan Ramadan telah disediakan waktu yang afdhal untuk iktikaf.

Di bulan ini amal akan dilipatgandakan secara tatada 'afuw fihi al 'amaal. Amal kebaikan akan dibalas, diberikan ganjarannya bagaikan reaksi atomik. Apa yang diberikan Allah SWT selalu berkelipatan secara terus-menerus, khususnya di bulan Rajab—tidak akan ada yang pernah mengerti proses penghitungannya khususnya ketika dilaksanakan oleh Qalam al-Qudra. Kalam hanya menunggu perintah-Nya, apa pun yang akan dicatat sebagai suatu 'tabungan' amal saleh seluruh hamba, dan kalam ini kelak akan diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Kalam ini bukanlah termasuk 'malakun muqarrab', yakni kalam yang telah diberikan kepada para malaikat. Ini dibuktikan dengan firman-Nya, melalui Nabi Muhammad SAW, "Rajabun Syahrullah wa Sya'banu Syahri" – "Bulan Syakban adalah bulanku" (sabda Nabi SAW). Sehingga pada hakikatnya menjelaskan kepada kita semua, segala bentuk kebaikan yang bertaut dengan kepatuhan dan cinta kepada Nabi SAW—akan dicatat sendiri oleh kalam beliau. Terdapat Kalam Allah (Qudra) dan juga Kalam Rasul SAW. Allah SWT memberikan kehormatan tersebut kepada Nabi SAW, sejak beliau masih berada di alam dunia; dan ketika semua ciptaan-Nya mengucapkan salam dan selawat kepada beliau, maka akan dicatat langsung oleh Nabi Muhammad SAW.

Sedemikianlah Allah SWT memberikan kemuliaan dan kelebihan derajat kepada umat Nabi SAW jauh di atas umat lainnya, sedemikian tingginya sehingga perbuatan baik yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, walaupun sedikit saja, akan tercatat secara akumulatif (non stop). Para malaikat tidak memiliki wewenang sebagaimana yang telah dijelaskan tadi; 'laysa andahum salahiyyat.' Para malaikat diberikan wewenang untuk mencatat amal manusia, tetapi tidak untuk memberi pahala. Allah SWT-lah yang memberi pahala; tetapi Allah SWT pun memberi Sayyidina Muhammad SAW wewenang dan kehormatan untuk memberi pahala. Itulah sebabnya mengapa Allah SWT berfirman, "Rajabun Syahrullah," yang pada hakikatnya mengimplikasikan "Aku memberikan pahala kepada hamba-Ku di bulan ini" dan Nabi SAW bersabda, "Wa Sya'banu syahri." Beliau tidak bersabda, "Wa Syabanu syar al- rasul." Nabi SAW bersabda, "Wa Sya'banu syahri" "mengimbangi" pernyataan "Rajabun syahrullah." "Apa yang Allah SWT berikan kepadaku adalah untuk umatku, jadi segala yang aku berikan adalah untuk kebaikan umat." "Apa yang Allah SWT berikan di bulan Rajab adalah untuk kebaikan umat dan Allah SWT memberikan pahala di bulan Rajab tanpa batas. Biasanya Allah SWT membalas suatu kebaikan dengan kelipatan sepuluh derajat.

Ketika Allah SWT membalas tanpa hisab (perhitungan) tiada seorang pun yang mengetahui. Hal tersebut berada di luar batas pemahaman manusia dan mizan (timbangan). Apa yang Nabi SAW berikan juga di luar batas perhitungan manusia dan malaikat, sebab ketika Nabi SAW memberi, beliau tidak memberi dari maqamnya ketika beliau masih hadir secara fisik di dunia 14 abad yang lalu, tetapi Nabi SAW memberinya dari maqam beliau terkini dengan ma'arij-nya. Apakah kita berpikir bahwa Nabi SAW hanya melakukan sekali mi'raj? Di Malam Kenaikan ketika Nabi SAW dimuliakan dan diundang Allah SWT untuk melaksanakan perjalanan lintas dimensi; apakah kita berpikir bahwa Nabi SAW 'diangkat' –kembali ke bumi—lalu berhenti dan selesai? Nabi SAW berada dalam maqam ma'arij tanpa mengenal batas dimensi ruang dan waktu. Ketika Allah SWT memberi sesuatu kepada kekasih-Nya, Dia tidak menahan dan mengambilnya kembali. Allah SWT tidak berfirman; "Ini untukmu wahai Muhammad SAW, lalu setelah selesai engkau kembali ke tempatmu semula." Tidak, tidak demikian. Allah SWT tetap melestarikan kondisi tersebut mulai dari satu hari 1400 tahun yang lalu ketika Nabi SAW melakukan mi'raj dalam Laylat al Israa'i wal-Mi'raj, beliau tetap bermi'raj ke Hadirat Allah SWT. Jadi menurut kita, apa kiranya yang Nabi SAW akan berikan? Apakah beliau memberi pahala dari keadaannya 1400 tahun yang lalu atau memberi dari tingkatannya sekarang? Dan Nabi SAW bersabda, "Allah SWT mengangkatku mitslayni mitslayni", yakni dalam tingkatan yang lebih tinggi ganda, ganda, ganda, ganda dan berkali-kali lipat lagi. Setiap saat bertambah menjadi ganda kemudian berlipat empat dan seterusnya seperti itu. Lantas minimal sejak 14 abad lampau sampai sekarang, sudah berapa jauh perjalanan Nabi SAW dalam ma'arij-nya? Seseorang yang melakukan pujian kepada beliau di saat sekarang, tentu saja Nabi SAW memberinya balasan dari tingkatannya pada waktu yang sama.

Suatu manifestasi dari ikrar kesetiaan (bay'at), cinta (mahabbah), dan kepatuhan antara umat dan pemimpin berasal dari anwaar (cahaya) yang Nabi SAW sandang sebagai anugerah Allah SWT. Beliau disandangkan-Nya dengan segala tajali yang tidak seorang pun dapat menggambarkannya. Allah SWT menyandangkan Kekasih-Nya mitslayni mitslayni. Setiap saat tajalinya menjadi ganda dan ganda. Setiap saat Allah SWT menyandangkannya dengan cahaya dan rahasia membuatnya berada dalam Samudra Asma dan Sifat. Beliau berenang dalam Bahr al-Asmai wal sifat. Apa yang Allah SWT berikan kepada Sayyidina Muhammad SAW, tidak dapat seorang pun yang mampu mendeskripsikannya.

Hal tersebut berada dalam hati para awliya, meskipun mereka sebenarnya tidak mampu bagaimana mengekspresikannya. Tidaklah heran mengapa Sayyidina Abu Hurayra RA berkata, "Hafizhtu an Rasulillah wi'a ain," "Aku dapat mengingat dua pengetahuan dari Rasulullah SAW." Salah satunya dapat kuceritakan kepada khalayak ramai; tetapi yang satunya lagi jika aku katakan mereka pasti akan memenggal leherku. Beberapa golongan ulama berkata bahwa hal ini merujuk pada tanda-tanda Hari Akhir. Hal ini tidak benar. Hal tersebut merujuk pada rahasia tingkatan Rasulullah SAW dan apa yang Allah SWT berikan kepada umat beliau. Umat ini adalah ummatan marhuma (diberikan rahmat) dan ummatan maghfira (diberikan pengampunan). Kita sebagai umat beliau diberikan pengampunan-Nya sebagaimana kecintaan yang terpancar oleh-Nya kepada Nabi SAW.

Dengan kata lain Rajabun syahrullah Sya'banu syahri berarti, 'kalian memasuki milikku.' Rasulullah SAW bersabda, "Sya'banu syahri." Beliau tidak bersabda, "Sya'banu syahr al-Nabi" atau "Syahr Rasulullah." Hal itu lebih menekankan atas kepemilikan (properti) Rasulullah SAW. Syahri berarti "Ini milikku. Kalian memasuki properti pribadi." Ketika kita berdiri dan mengucapkan, "as-salaamu alayka ya Rasulallah SAW" dalam syahr Sya'ban, kita memasuki properti Muhammad SAW. Bisakah orang yang memasuki properti Rasulullah SAW masuk neraka? Jelas tidak, selesai! Allah SWT akan mengampuninya karena berkah dari Sayyidina Muhammad SAW. Jangan membayangkan jika kalian melangkahkan satu kaki ke dalam Surga lantas kalian akan dilemparkan ke neraka, sebab setiap Surga itu hidup. Apa yang berhubungan dengan akhirat adalah hidup. Surga selalu hidup dengan kehidupan di dalamnya. Ketika kita memasuki sesuatu dengan kehidupan di dalamnya, Allah SWT tidak akan melemparkan kita kembali ke neraka. Di saat kita melangkah ke dalam properti milik Sayyidina Muhammad SAW dan masuk ke dalam hadiratnya dengan salam dan selawat, siapa yang dapat mengambil kembali? Selesai! Rasulullah SAW akan mengadakan perbincangan dengan Ilahi Rabbi, "Ya Rabb, Ya Allah SWT mereka adalah umatku, mereka semua adalah pelayan-Mu, hamba-Mu." Ia percaya kepadaku, ia masuk ke dalam propertiku, masuk ke dalam surgaku."

Allah SWT akan berfirman, "Ambil dia! Aku berikan wewenang syafa'at kepadamu wahai Muhammad SAW. Mengapa Aku memberimu syafa'at? Bawa mereka semua ke mana pun engkau hendaki. Tempatkan mereka bersamamu wahai kekasih-Ku." Kemudian Rasulullah SAW dianugrahi-Nya surga khusus untuk seluruh umatnya yang percaya kepadanya, memujinya, mencintainya, merasakan kehadirannya setiap saat, dan memanggilnya. Mereka akan diberi balasan. Mereka akan menjadi fi maqadi shidqin 'aind maliikin muqtadir. Mereka yang percaya kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, tetapi tidak merasakan suatu proses rasa kehadiran (muraqabah) yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan malas untuk menyeru, akan juga berada di surga yang sama namun mereka akan terselubung dari pandangan Rasulullah SAW.

Wahai mu'min, wahai orang-orang yang beriman, apa yang ada di kalbu para awliya begitu luas, sehingga bila setetes kecil saja ditempatkan di alam ini maka alam ini akan menjadi abu dari pancaran tajali-Nya. Allah SWT tidak akan memberikan izin kepada para wali untuk mengungkapkan sampai mereka mendapat dukungan kekuatan penuh dari Sayyidina Imam Mahdi AS kelak, Insya Allah. Banyak wali telah lama menanti, menanti, dan dengan sabar menanti—sehingga tidak sedikit dari mereka dalam penantiannya tersebut kembali ke hadhirat Ilahi Rabbi. Kita layak untuk selalu berharap, sebagai pengikut Baginda Nabi SAW, para sahabat beliau, pengikut para wali Allah, pengikut Mawlana Syekh Nazim Adil Al-Haqqani QS, kiranya Allah SWT memanjangkan usia kita untuk sempat berjumpa dengan Imam Mahdi AS, untuk menikmati indahnya rahasia-rahasia dari dalam kalbu mereka (para wali).

Ketika kalian masuk ke dalam samudra ilmu Allah SWT, hal ini dapat membuat 'mabuk.' Jadi, pada akhirnya sudah tidak pantas untuk bersandar pada alam logika. Hal tersebut berada di luar batas pikiran kita. Seraya Ramadan menghampiri kita—wa Ramadhanu syahrul ummati—Marhaban Yaa Syahrul Ramadhan! Ini berarti setelah Allah SWT menyandangkan umat Nabi SAW dengan cahaya dari Bahr ul-Qudra, dari Samudra Kekuatan—Samudra Keindahan—Dia menyandangkan lagi dengan cahaya dan perwujudan Asmaa dan Sifat-Nya. Kemudian Dia mengirimkan mereka kepada kekasih-Nya untuk menyandangkan mereka dari samudra milik beliau. Kemudian dengan dua busana yang telah dipakai sejak Rajabun syahrullah dan Sya'banu syahri ini umat memasuki Ramadan untuk diberi penghargaan dengan puasa sebagai perwujudan syukur kepada Allah SWT atas apa yang telah diberikan kepada umat dalam syahr Rajab dan apa yang Nabi SAW berikan dalam syahr Sya'ban. Allah SWT memberi mereka pahala. Mereka akan disandangkan dengan busana ini dalam syahru Ramadan dan akan diperlihatkan kepada para malaikat.

Para malaikat—menurut Syekh Abdullah Fa'iz ad-Daghestani QS dan Mawlana Syekh Nazim Adil Al-Haqqani QS, akan berdiri kebingungan ketika perhatian mereka tertuju pada umat yang mengambil kesempatan secara optimal untuk beribadah secara ikhlas dan kontinu di bulan Rajab dan Syakban. Mereka yang tetap menjaga adab Rajab dan Syakban—mereka adalah bagian yang istimewa dan sungguh beruntung dari keseluruhan umat. Tidak semua bagian dari umat mampu melaksanakannya. Untuk orang-orang istimewa ini, yang tetap menjaga adab Rajab dan Syakban, ketika memasuki bulan suci Ramadan para malaikat akan tercengang keheranan. "Siapa mereka ini? Jenis tajali apa yang mereka sandang?" Begitulah rasa keingintahuan para malaikat. Pada akhirnya para malaikat merasa malu untuk mencatat amal mereka sebab apa pun yang akan malaikat catat untuk mereka di bulan Ramadan, orang-orang tersebut telah dihiasi dengan cahaya yang belum pernah dibukakan sebelumnya. Nur yang pada akhirnya dibukakan itu disebabkan oleh tajali dan ma'arij Rasulullah SAW. Para malaikat terkejut, heran, sampai dengan tahap 'bingung' tidak tahu apa yang harus dilakukan. Itulah sebabnya mengapa Allah SWT berfirman bahwa sepuluh hari terakhir dari Ramadan adalah atqun minal naar, yakni bebas dari api neraka. Amin Yaa Rabbul'alamiin.
 
NASEHAT TENTANG BID'AH DI BULAN RAJAB
 
Segala puji bagi Allah I, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad r, keluarga dan sahabatnya.
Kepada semua saudara-saudari kami kaum muslimin dimana saja anda berada.
Adapun sesudah itu, sesungguhnya Allah I telah menentukan syari'at dan menentukan batasan-batasan hokum-Nya. Memerintahkan kita mengikuti syari'at-Nya dan menjauhi bid'ah dalam agama. Maka perintah hanya bersumber dari Allah I, taat kepada-Nya, dan mengikuti Rasul-Nya r. Apabila telah datang perintah Allah I dan Rasulnya, maka kita tidak punya pilihan lain. Firman Allah I:
وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}
Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab:36)
Tidak diragukan lagi bahwa bulan Rajab mempunyai kedudukan tersendiri di sisi Allah I. Ia adalah salah satu bulan yang dihormati dan dimuliakan (bulan haram), Allah I memuliakannya di dalam kitab-Nya dan Dia I melarang manusia berbuat zalim di bulan itu. Akan tetapi hal ini tidak berarti boleh mengkhususkannya dengan ibadah tertentu, karena tidak diriwayatkan dari Nabi r sedikit pun tentang hal itu. Dan sesungguhnya para ulama telah menetapkan bahwa menentukan ibadah tertentu yang tidak ditentukan oleh syari'at hukumnya tidak boleh, karena sesungguhnya tidak ada kelebihan bagi suatu waktu atas waktu yang lain, kecuali kelebihan yang telah ditentukan oleh syari'at.
Segala ibadah adalah tauqifiyah (berdasarkan nash dan dalil), tidak boleh melakukan sesuatu ibadah kecuali terdapat dalil dari al-Qur`an atau sunnah yang shahih. Tidak ada hadits yang shahih dari Rasulullah r dalam menentukan bulan Rajab dengan ibadah tertentu, seperti yang ditegaskan oleh para ulama.
Dan di antara bid'ah yang dilakukan oleh sebagian orang dibulan rajab ini adalah: shalat raghaib, shalat ummu Daud di pertengahan Rajab, bersedekah untuk arwah orang-orang telah meninggal dunia di bulan Rajab, doa-doa yang dibaca di bulan Rajab secara khusus, semuanya adalah bid'ah, menentukan ziarah kubur di bulan Rajab, padahal ziarah kubur untuk mengambil pelajaran dianjurkan sepanjang waktu dalam setahun. Dan sesungguhnya kami menyaksikan sebagian golongan Islam menentukan ziarah kubur Nabi r, Baqi', para syuhada Badar, syuhada Uhud, dengan berziarah di bulan Rajab. Ia termasuk bid'ah yang tercela. Bahkan sebagian mereka melakukan tindakan ghuluw (berlebihan) terhadap kubur-kubur itu, sehingga terjerumus dalam syirik yang nyata. Semoga Allah I melindungi kita.
Di antara bid'ah adalah peringatan malam dua puluh tujuh Rajab yang disangka sebagian mereka bahwa ia adalah malam Isra` dan Mi'raj. Semua itu adalah bid'ah yang tidak dibolehkan, tidak ada dasarnya di dalam syari'at. Para ulama ahli tahqiq telah memperingatkan tentang hal itu. Malam Isra` dan Mi'raj tidak diketahui kepastian tanggalnya. Dan sandainya diketahui dengan jelas tanggal terjadinya, tetap tidak boleh bagi kita memperingatinya, dan tidak boleh pula menentukannya dengan sesuatu yang disyari'atkan oleh Allah I dan Rasul-Nya r. Para khilafah rasyidah tidak pernah memperingatinya, dan tidak pula para sahabat lainnya. Jika hal itu disunnahkan, niscaya mereka lebih dulu mendahului kita.
Semua kebaikan adalah dalam mengikuti mereka dan berjalan di atas manhaj mereka, sebagaimana firman Allah I:
وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا {100}
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.. (QS. At-Taubah:100)
Dan disebutkan dalam hadits shahih dari Rasulullah r bahwasanya beliau bersabda:
من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
"Barang siapa yang menciptakan dalam perkara kami yang bukan darinya, maka ia ditolak." Muttafaqun 'alaih.
Wahai kaum muslimin, sesungguhnya agama ini mudah dan tidak ada seseorang yang memperketat agama kecuali agama itu akan mengalahkannya. Dan sesungguhnya bid'a-bid'ah yang dianjurkan oleh sebagian manusia ini termasuk beban berat yang telah diangkat Allah I dari umat ini. Kenapa manusia mengerjakan yang susah dan meninggalkan yang diperintahkan dan mudah dikerjakan? Kenapa meninggalkan yang disukai Allah I, Dan mengerjakan yang dimurkai oleh Allah I?
Sesungguhnya kehidupan yang dijalani kaum muslimin pada saat ini dari sifat lemah dan dikuasai musuh adalah merupakan salah satu siksaan yang diturunkan Allah I kepada orang yang sibuk dengan bid'ah dan perkara-perkara yang dimurkai Allah I. Atau meninggalkan perbuatan wajib atau yang dicintai oleh Allah I.
Ya Allah, perlihatkan kebenaran kepada kami menjadi kebenaran, dan berilah kami rizqi untuk mengikutinya. Dan perlihatkanlah kebatilan kepada kami sebagai kebatilan dan mudahkanlah kami meninggalkannya.
Ya Allah, tolonglah agama-Mu, kitab-Mu, sunnah nabi-Mu, dan hamba-hamba-Mu yang shalih. amin.
Haiatul amri bil ma'ruf wan nahyi 'anil mungkar di Madinah al-Munawwarah.

BULAN RAJAB HARUS SUCI DAN BEBAS DARI BID'AH

 
بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:
Kesucian Bulan Rajab:
{إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ} [التوبة: 36]
Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." QS. At Taubah: 36.
 عَنْ أَبِى بَكْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ »
Artinya: "Abu Bakrah radhiyallahu 'anhu berkata, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Masa telah berputar seperti keadaannya saat telah diciptakan langit dan bumi, satu tahun 12 bulan, diantaranya empat bulan suci, tiga bulan berturut-turut; Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Al Muharram dan bulan Rajab mudhar yang terletak antara bulan Jumada dan Sya'ban." HR. Bukhari.
Untuk Apa Disucikan Bulan Rajab?
وحرم رجب في وسط الحول، لأجل زيارة البيت والاعتمار به، لمن يقدم إليه من أقصى جزيرة العرب، فيزوره ثم يعود إلى وطنه فيه آمنا.
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa kesucian bulan rajab di tengah tahun, untuk mengunjungi ka'bah dan berumrah di dalamnya bagi siapa yang mendatanginya dari ujung tanah Arab, maka mereka dapat mengunjunginya dan kembali ke tanah mereka di dalam bulan Rajab tersebut dalam keadaan aman. Lihat tafsir Ibnu katsir.
 
Kalau Bulan suci, Lalu apa yang dilakukan?
 وقال تعالى: { فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ } أي: في هذه الأشهر المحرمة؛ لأنه آكد وأبلغ في الإثم من غيرها، كما أن المعاصي في البلد الحرام تضاعف، لقوله تعالى: { وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ } [الحج: 25] وكذلك الشهر الحرام تغلظ فيه الآثام؛ ولهذا تغلظ فيه الدية في مذهب الشافعي، وطائفة كثيرة من العلماء، وكذا في حَقِّ من قتل في الحرم أو قتل ذا محرم.
وقال حماد بن سلمة، عن علي بن زيد، عن يوسف بن مِهْران، عن ابن عباس، في قوله: { فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ } قال: في الشهور كلها.
عن ابن عباس قوله: { إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا } الآية { فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ } في كلِّهن، ثم اختص من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حراما، وعَظم حُرُماتهن، وجعل الذنب فيهن أعظم، والعمل الصالح والأجر أعظم.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah Ta'ala berfirman: "Maka janganlah kalian berbuat zhalim di dalamnya kepada diri kalian", maksudnya yaitu: di dalam bulan-bulan suci ini, karena lebih ditekankan dan lebih berat dosanya dibanding selainnya, sebagaimana maksiat di tanah suci dilipatkan dosanya, berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang menginginkan di dalamnya berbuta zhalim maka akan kami rasakan kepadanya siksa yang pedih, maka demikian pula bulan-bulam suci dilipatkan di dalamnya dosa.
Beliau juga berkata: "Abdullah bin Abbas di dalam firman-Nya "Maka janganlah kalian berbuat zhalim terhadap diri kalian di dalamnya", maksudnya pada selurh bulan, kemudian dikhususkan di dalamnya empat bulan dan Dia jadikan empat bulan tersebut bulan suci, Dia mengagungkan kesuciannya dan menjadikan dosa di dalamnya lebih besar, dan amal shalih di dalamnya ganjarannya lebih besar." Lihat kitab tafsir Ibnu Katsir rahimahullah.
 
Adakah Amalan Khusus di dalam Bulan Rajab?
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Asy Syafi'ie rahimahullah:
لم يرد في فضل شهر رجب، ولا في صيامه، ولا في صيام شيء منه، - معين، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه - حديث صحيح يصلح للحجة، وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسماعيل الهروي الحافظ
Artinya: "Tidak ada di dalam keutamaan bulan Rajab, baik itu tentang berpuasa di dalamnya atau berpuasa pada hari yang tertentu darinya atau keutamaan beribadah di satu malam khusus di dalamnya, satu hadits shahihpun yang bisa dijadikan sebagai hujjah (sandaran hukum), dan telah mendahului saya dalam penegasan hal ini Imam Abu Isma'il Al Harawi Al Hafidz".
Beliau juga berkata:
وأما الأحاديث الواردة في فضل رجب، أو فضل صيامه، أو صيام شيء منه صريحة، فهي على قسمين: ضعيفة، وموضوعة.
"Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan tentang keutamaannya atau keutamaan berpuasa di dalamnya atau berpuasa pada satu hari tertentu darinya, maka hadits-hadits tersebut terbagi menjadi dua macam: lemah dan palsu". Lihat kitab Tabyiinul 'Ujab bi maa warada fi fadhli Rajab, hal:14.
Sebagian amalan bid'ah di dalam bulan Rajab
 
1. Membaca doa khusus ketika awal bulan Rajab, seperti:
اللهم بارك لنا في رجب و شعبان و بلغنا رمضان
Artinya: "Ya Allah, berkahilah bagi kami di dalam bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan." Hadits lemah, lihat kitab As Sunan Wal mubtada'at, hal: 143, kitab Tabyiinul 'ujab bi ma warada fi fadhli Rajab, karya Imam Ibnu Hajar rahimahullah, hal; 14.
 
Hadits ini lemah karena di dalamnya ada dua perawi lemah:
-  Zaidah bin Abi Ar Raqqad, Imam Bukhari dan An Nasai mengatakan: "dia adalah seorang perawi yang periwayatannya mungkar", Abu Hatim mengatakan: "Dia meriwayatkan dari Ziyad An Numairy dari Anas hadits-hadits yang tersambung tapi mungkar, kita tidak mengetahui siapa dia", Abu daud mengatakan: "Aku tidak mengetahui keadaannya."
-  Ziyad bin Abdillah An Numairy, perwai yang dilemahkan oleh Ibnu Ma'in dan Abu Daud, adapun Ibnu Hibban berkata: "Perawi yang mungkar haditsnya, meriwayatkan hadits dari Anas yang tidak menyerupai hadits-hadits para perawi tsiqat, tidak boleh bersandar dengan hadits-haditsnya." Abu Hatim berkata: "Haditsnya dituli, tetapi tidak boleh dijadikan sandaran." Lihat Al fatawa Al Haditsiyyah, karya Al Khuwainy.
 
2. Shalat Ragha-ib yang dikerjakan pada malam jum'at pertama di bulan Rajab, antara Maghrib dan Isya-' dan pada siang hari kamisnya mengkhususkan dengan berpuasa, karena asal amalan ini adalah hadits palsu, lihat kitab Tabyiinul 'Ujab Bi Ma Warada fi Fadhli Rajab, karya Imam Ibnu Hajar, hal; 18, kitab Majmu' Fatawa syiekhul Islam Ibnu Taimiyyah, 23/132, 135.
Hadits ini palsu, karena para perawinya orang-orang yang tidak dikenal (majhul) dan ini disepakati oleh para Ahli hadits:
-  Hadits ini dianggap palsu oleh Ibnu Al Jauzy di dalam kitab Al Madhu'at, beliau berkata: "Aku telah mendengar syeikh kami Abdul Wahhab Al Hafizh berkata: "Para Perawinya majhul dan aku telah periksa tentang mereka diseluruh kitab dan aku tidak dapatkan mereka",
-  Hadits ini dikatakan oleh Al Iraqy sebagai hadits yang palsu di dalam kitab hasyiyah beliau terhadap Ihya 'Ulumuddin.
-  Hadits ini disebutkan Al Hafizh Ibnu Hajar Al 'Asqalany termasuk hadits yang palsu di dalam kitab Tabyyinul 'Ajab bima Warada Fi Fadhli Rajab.
-  Hadits ini dikatakan oleh As Suyuthi sebagai hadits yang palsu, di dalam kitab Al La-ali Al Mashnu'ah.
-  Hadits ini disebutkan oleh Asy Syaukany di dalam kitab Al fawaid Al Majmu'ah dan Tufat Adz Dzakirin, sebagai hadits yang palsu dan para perawinya majhul dan para al huffazh sepakat bahwa shalat ini adalah shalat yang palsu.
-  Hadits ini dinyatakan Al Mulla Ali Al Qary di dalam kitab Al Asrar Al Marfu'ah Fil Akhbar Al Maudhu'ah, sebagai hadits yang palsu dengan kesepakatan.
-  Hadits ini dinyatakan oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab Al Manarul Al Munif, hadits-hadits tentang shalat raghaib seluruhnya dusta dan diada-adakan atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lihat kitab Al A'yad Wa Atsaruha 'alal Muslimin, hal: 345-365.
 
3. Mengkhususkan mengeluarkan zakat di dalam bulan ini, hal ini karena tidak ada asal hukum yang menunjukkan akan hal tersebut sebagaimana perkataan Imam Ibnu Rajab rahimahullahu: "Hal tersebut tidak ada dasar hukumnya di dalam sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak dikenal dikalangan para salaf (para shahabat-pent)." Lihat kitab Latha-iful Ma'arif, karya Imam Ibnu Rajab rahimahullahu, hal: 231-232.
 
4. Mengkhususkan berpuasa di hari-hari tertentu pada bulan Rajab atau mengkhususkan berpuasa di dalamnya secara menyeluruh selama satu bulan penuh. Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Rajab rahimahumallahu: "Tidak ada riwayat shahih satupun tentang keutamaan mengkhususkan berpuasa di bulan Rajab, baik itu riwayat dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam atau dari para shahabat beliau radhiyallahu 'anhum." Lihat kitab Latha-iful Ma'arif, hal: 228 dan Kitab Majmu' fatwa syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullahu-, 25/192290.
-  Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu memukuli telapak tangan-telapak tangan orang-orang di dalam bulan Rajab sampai mereka meletakkannya di dalam tempat makanan. Beliau berkata: "Makanlah kalian, karena sesungguhnya ini adalah bulan yang diagungkan oleh orang-orang jahiliyyah." HR. Ibnu Abi Syaibah di dalam kitab Mushannaf beliau dan Ath Tharthusyi di dalam kitab Al Hawadits wal bida'. (3/102)
-  Ath Tharthusyi berkata: "Dan yang ada dianggapan manusia dari pengagungannya (bulan Rajab) sesungguhnya itu hanya dari sisa orang jahiliyyah." Lihat Al Hawadits Wal Bida' (129).
 
5. Berkumpul memperingati kejadian yang sangat agung Isra-' dan Mi'raj, hal ini dikarenakan beberapa hal:
-  Setelah kejadian yang agung ini Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam hidup hampir 12 atau 13 tahun, tapi tidak ada riwayat satupun yang shahih bahkan palsu beliau mengumpulkan para shahabatnya untuk memperingati akan kejadian ini.
-  Tidak ada riwayat yang shahih dan jelas yang menjelaskan bahwa kejadian tersebut terjadi pada tanggal 27 Rajab, meskipun kita harus mempercayai seyakin-yakinnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan isra-' dan mi'raj, karena hal ini adalah bentuk keimanan yang harus diyakini seyakin-yakinnya.
Abu Syamah berkata: "Disebutkan oleh para pendongeng bahwa isra terjadi di dalam bulan rajab, pendapat itu menurut ulama jarh dan ta'dil adalah kedustaan yang sangat nyata." Al Ba'its (71), karya Abu Syamah dan Lathaif Al Ma'arif (126), karya Ibnu Rajab.
Ibnu Katsir rahimahullah: "Hadits yang di dalamnya terdapat bahwa isra' dan mi'raj terjadi pada malam 27 rajab adalah tidak benar." Al Bidayah Wa An Nihayah (3/107).
- Kalaupun riwayatnya benar maka, tidak boleh kita mengkhususkan berkumpul dalam rangka ibadah memperingati kejadian agung Isra-' dan Mi'raj, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiyallahu 'anhum tidak pernah mengerjakannya, lau kaana khairan lasabaquunaa ilaihi (kalau hal tersebut itu baik, maka niscaya mereka (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiyallahu 'anhum) akan lebih dahulu mengerjakannya daripada kita. Wallahu a'lam
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu Dolanan Jawa "Menthok-menthok"

Vidi Aldiano, Pupus Kasih Tak Sampai